Sabtu, 24 Maret 2012

PERAN PENTING ORANG TUA


Di dalam membina dan mendidik anak-anak agar setelah dewasa menjadi orang yang berguna bagi agama, bangsa dan negara, maka peran serta orang tua sangat diperlukan. Jangan sampai putra-putri kita hanya dipasrahkan pada perguruan semata, namun kesertaan orang tua turut menentukan akan kebaikan masa depan anak-anaknya.
Ada hal yang perlu diperhatikan oleh setiap orang tua di dalam mendidik putra-putrinya, mereka di tuntut terlebih dahulu untuk memberikan contoh teladan yang baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan. Kita sama menyadari bahwa perkembangan jiwa anak, terlebih-lebih di bawah ukuran baligh adalah mempunyai instink atau naluri mudah meniru.
Kalau kedua orang tuanya selalu bertengkar atau mengeluarkan ucapan kotor, maka anaknya akan menirukan perkataan atau perbuatan orang tuanya pada teman-teman mainnya.
Dengan demikian secara tidak sadar berarti kedua orang tuanya telah menanamkan benih-benih moral yang jelek.
Kalau benih tersebut tidak segera di brantas dan diobati, maka dapat berkembang subur sampai anak itu meningkat dewasa. Pada tingkat ini tentunya tambah sulit untuk meluruskanya kembali. Benar apa yang dikatakan peribahasa jawa yang berbunyi "Ing ngarsa sung tulada" artinya yang di atas harus dapat memberikan contoh yang baik bagi orang yang di bawah. Untuk itu kedua orang tua sebagai pimpinan dalam rumah tangga harus dapat memberikan suri teladan yang baik bagi putra-putrinya. Imam Al Ghozali seorang ulama besar dalam bidang tatsauf memberikan gambaran bahwa anak itu ibarat kertas putih yang bersih, belum ternoda oleh coretan apapun, tergantung kedua orang tuanya akan memberikan gambaran atau lukisan apa pada kertas tesebut. Kalau kedua orang tuanya memberikan lukisan yang baik, insya ALLOH anak tersebut akan menjadi orang yang baik, namun sebaliknya bila di berikan lukisan atau coretan yang buruk, maka dapat merusak dan meracuni perkembangan jiwa anak tersebut. Baginda Nabi Muhammad saw pernah bersabda:

كل مولود يولد علي الفطرة حتى يعرب عنه لسانه فاًبواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه

Artinya : Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci sehingga anak itu dapat berkata, maka terserah pada kedua orang tuanya mau dijadikan yahudi, nashroni atau majusi. (Riwayat At-Tabrani dal Al-Baihaqi).
Kalau kita simak sejenak apa yang telah disabdakan oleh Baginda Nabi Muhammad saw memberi arti betapa besarnya pengaruh peran orang tua terhadap perkembangan jiwa anak-anaknya. Pendidikan orang tua terhadap anak akan menimbulkan kebutuhan timbal balik yang positif, sebaliknya mengabaikan pendidikan akan menimbulkan kesenjangan yang negatif.
Seorang pendeta ternama di Amerika bernama Billy Graham pernah mengadakan orientasi ke lapangan mengajak para generasi muda untuk berbicara dari hati ke hati. Dari hasil diskusi dengan sejumlah pemuda, dapat di ambil suatu kesimpulan bahwa generasi muda merasa tidak puas akan kebijaksanaan yang telah diterapkan oleh generasi tua. Mereka menganggap generasi tualah yang tidak becus.
Salah seorang anak mengancam akan keluar dari perguruan, lalu bapaknya bertanya : "Kenapa engkau berbuat begitu, seolah-olah engkau tidak berterima kasih kepada ibu bapakmu yang telah bersusah payah membesarkan kamu. Apakah kekuranganya lagi, semua sudah aku beri?". jawab anak itu : "Ya karena justru semua sudah di berikan padaku, akan tetapi apa yang tidak diberikan padaku ialah pimpinan jiwa". Dari kejadian di atas menunjukkan betapa besarnya tanggung jawab orang tua terhadap anak-anaknya, bukan hanya sebatas memberi makan, minum, pakaian, dan biaya study saja, namun yang lebih penting dari itu adalah mendidik jiwa anak itu dengan menanamkan keyakinan agama yang kuat, agar jiwa anak tersebut tidak kosong.
Sangat disayangkan, justru masalah pengisian rohani yang banyak diabaikan oleh para orang tua, terlebih-lebih yang hidup di kota-kota besar, hampir setiap sa'at mereka disibukkan oleh urusan bisnis, pekerjaan dan lain-lain. Dengan demikian hilanglah perhatian orang tua pada anak-anaknya, sehingga seakan-akan hubungan orang tua terlepas, anak berontak terhadap orang tua mencari jalan sendiri-sendiri. Di barat sudah terjadi, dimana generasi muda melontarkan ucapan atau cacian pada generasi tua.
Apa kata mereka : "Bukan kami yang menghilangkan batas-batas baik dan buruk itu, bukan kami yang membuat gambar-gambar porno, bukan kami yang memproduksi dan mengedarkan film-film sex atau film blue, bukan kami yang mendirikan tempat-tempat pelacuran, tapi mereka generasi tua".
Kalau sudah demikian kritisnya generasi muda menela'ah suatu masalah, apa yang akan diperbuat generasi tua, tidak ada jalan lain kecuali lebh instropeksi dan mawas diri. Dan perlu diingat bahwa kejayaan generasi muda sebagai pemegang tongkat estafet kepemimpinan di masa mendatang tidak dapat dipisahkan dengan tanggung jawab para generasi tua.
Jangan sampai generasi tua mewariskan generasi yang lemah, loyo, dan bobrok, tidak mampu berbuat sesuatu yang berguna bagi kepentingan perjuangan dalam menegakkan kebenaran dan keadilan, sekaligus menumpas segala bentuk kebatilan. Baginda Nabi Muhammad saw telah mengingatkan pada kita semua akan pentingnya meninggalkan generasi yang kuat, agar dapat berbuat untuk kejayaan agama, bangsa dan negara.
Sabda Beliau :

انك ا ن تذ رثتك اغنيا خيرا من ا ن تذ رهم علة يتكففون الناس

Artinya : Sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan anak-anakmu (generasi penerus) dalam keadaan kecukupan daripada meninggalkan mereka lemah (loyo) menjadi beban atau tanggungan orang lain. (Riwayat Imam Bukhori dan Muslim).

Generasi muda yang loyo, tentu tidak dapat diandalkan untuk membawa ummat Islam ke arah yang lebih baik kondisinya dimasa depan, bahkan kemungkinan ummat Islam akan lebih terpuruk lagi. Saat ini saja kita sudah sangat prihatin melihat tingkah laku dan sepak terjang para generasi penerus. Rasa malu berbuat maksiat hampir sudah tidak dimiliki lagi, kebanyakkan mereka menghabiskan waktu untuk bermabuk-mabukkan, membanggakan free sex atau pergaulan bebas dan lain-lain. Dalam ajaran Islam rasa malu untuk berbuat maksiat merupakan salah satu cabang dari keimanan.
Sabda Rosul saw :

ا ن رسوالله صلى الله عليه و سلم قال الايمان بضع وسبعون اوبضع وستون شعبه
فا فضلها قول لااله الاالله واد ناها اما طة الاذى عن الطريق والحياء شعبة من الايمان

Artinya : Sesungguhnya Rosululloh saw bersabda : Iman itu lebih dari tujuh puluh atau lebih dari enam puluh cabang rantingnya, yang terutamanya ialah kalimat "Tiada Tuhan Kecuali ALLOH", dan serendah-rendahnya ialah menyingkirkan duri (gangguan) di tengah jalan, dan rasa malu (berbuat maksiat) adalah bagian dari cabang iman. (Hadist diriwayatkan Imam Muslim).

Untuk itu sejak dini orang tua harus menanamkan rasa malu pada anak-anaknya dengan cara memberikan pendidikan agama.
Peninggalan orang tua sebagai warisan untuk anak-anaknya yang sangat penting adalah ilmu. Dengan ilmu yang cukup mereka dapat hidup mandiri guna menyongsong kehidupan yang lebih baik lagi.

Tidak ada komentar: